26 Jul 2010

KISAH POHON APEL


Mungkin cerita ini cerita lama, tapi saya hanya bermaksud mengingatkan saja..
yah hitung-hitung sebagai bahan perenungan aja…
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi deganku.” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?” “Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah. Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.” Jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat.” Kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu.” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.” Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang.” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Inspirasi :
Pohon apel itu ibarat orang tua kita. Ketika muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu. Ketika kita tumbuh besar, meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua akan selalu ada untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kita mungkin berpikir bahwa si anak lelaki telah bertindak sangat kasar pada pohon itu. Mungkin begitulah cara kebanyakan dari kita dalam memperlakukan orangtua kita sendiri.
Seorang sahabat Nabi melaksanakan ibadah haji bersama Ibunya. Sepanjang kegiatan haji tersebut beliau menggendong sang Ibu di punggungnya. Sa’i, tawaf, aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan sambil Ibunya tetap berada di punggungnya. Mungkin anda bisa membayangkan betapa beratnya itu. Sahabat tersebut menyampaikan pengalamannya ini kepada Rasulullah.
”Ya Rasul, apakah sudah tergantikan semua jasa Ibuku?”
”Jangankan itu, bahkan jika kau kuliti seluruh tubuhmu, lalu kau serahkan kepada kedua orangtuamu, tidak akan sanggup membalas jasa mereka kepadamu meski setengahnya.”

Demikian besarnya jasa orangtua kepada saya, anda. Tidak dapat tergantikan meski dengan pengorbanan yang teramat besar sekalipun. Ibu harus menahan sakitnya antara hidup dan mati untuk melahirkan kita. Ayah harus bekerja siang malam tak kenal waktu untuk mencukupi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Tak jarang beliau berangkat bekerja pada pagi hari untuk kemudian kembali ke rumah ketika matahari sudah tenggelam. Tapi, sebagian dari kita, termasuk saya memang hanya bisa membalas jasa mereka dengan seadanya. Dikarenakan keterbatasan ilmu, ada yang menyalahkan orangtua karena kurangnya perhatian yang mereka dapatkan.
Pernahkah kita mencoba memandang dari sisi lain? Betapa kasihannya mereka, orangtua, yang mati-matian mencari nafkah demi kelangsungan masa depan kita. Mereka kehabisan waktu untuk menikmati kebersamaan bersama anak-anak mereka. Justru pada saat si anak sudah beranjak dewasa, mereka harus melepas anak-anaknya untuk menjalani hidup baru bersama istri atau suami masing-masing. Betapa sedikitnya waktu bagi mereka? Kelak, kita yang saat ini menjadi anak-anak akan merasakan juga amanah sebagai orangtua. Saat itu, mungkin kita baru bisa merasakan, apa sebetulnya yang pernah orangtua kita rasakan selama membesarkan kita.

33 komentar:

  1. terus terang - terang terus saya baru tau Lho kisah tentang pohon apeL ini, terima kasih teLah berbagi kisah.

    menarik penyimpuLan om_grecek, ada juga katanya orang tua adaLah Laksana buah mangga. sudah habis dagingnya di makan tetapi bijinya masih geragoti juga.

    mau ngucapin seLamat berakhir pekan udah teLat nih, jadi ngucapin seLamat beristirahat aja yah dan saLam sehat seLaLu.
    mohon maaf baru bisa berkunjung, tadi sore keLeLahan seteLah seharian menghadiri acara kerja bakti.

    BalasHapus
  2. wah....
    ceritanya menarik,
    bisa dibuat bahan perenungan, terutama bagi saya sndiri sebagai anak...

    makasih udah sharing bro...

    keinget jd sedih..T_T

    BalasHapus
  3. Begitu besarnya jasa kedua orang tua,ya Alloh hamba hanya bisa mendo'akan kedua orang tua saya,saya belum bisa membahagiakn kedua orang tua saya,apa lagi membalas jasa-jasa mereka.

    Om Etam makasih sudah mengingatkan saya atas jasa-jasa kedua orang tua saya.

    BalasHapus
  4. antara sedih dan terharu dgr cerita sobat kali ini, krn skrg lagi jauh dr orang tua :( tp ya jadikan sj ini sbgai ingatan kt u kasih sayang org tua biar bs berbakti u mreka :)

    BalasHapus
  5. wai cek......... nangis bombay aku. Walau sebetulnya aku sudah pernah baca kisah pohon apel ini, tapi posting ini jadi buat aku ingat emak... duh.. telepon emak dulu aaah....

    BalasHapus
  6. thanks atas komentarnya...
    berbaktilah kepada orang tua kita karena beliaulah kita menjadi seperti ini...

    BalasHapus
  7. Ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu.

    BalasHapus
  8. seringkali kita ingat kebaikan dan kasih sayang orang tua yang ikhlas ketika keduanya telah tiada. SUngguh sebenarnya tidak akan tergantikan oleh apapun yang kita miliki dibandingkan dengan rasa cintanya kepada kita. Kita juga akan merasakan hal yang sama ketika kita sudah memiliki momongan

    BalasHapus
  9. Rutinitas pagi gan.
    Kisah yang bagus gan

    BalasHapus
  10. Ketahuan deh cuma doyan makan apel aja, gak tau asal usulnya,,,,,

    BalasHapus
  11. Ngikutin ego, kita di masa kecil, remaja bahkan malah hingga dewasa, selalu menuntut pada orang tua. Dan lupa pada apa yang telah diberikan mereka atau memang tidak mau tahu...

    Trims Etam, udah mengingatkanku pagi ini :)

    BalasHapus
  12. aku juga pernah denger cerita tentang pohon aple ini Sob....

    bener2 terharu aku bacanya biarpun udah beberapa kali aku baca hhe....

    kayanya pengorbanan mereka emank ga bisa diukur sama apapun brow.......

    I Luv U(my mom N Dad) Both.........

    BalasHapus
  13. Tersentuh juga hati sy.

    ya, orang tua memang yang paling menyayangi anaknya. seberapa besar jasa mereka gak akan kulupakan.

    Thanks sobat atas ceritanya, juga sudah maklumi kesibukan sy.

    BalasHapus
  14. cerita yang mendidik om,,,

    umy jadi terdungak

    BalasHapus
  15. hiks...i can't say anything,..btp bsr pengorbanan ortu kt, tnx sdh mengingatkan teman,..

    BalasHapus
  16. coba ceritan tentang pohon wanyi bro..

    BalasHapus
  17. duhh saya jd sedih,.... mengingat balas budi saya sama orang tua slama ini masih jauh sekali, bahkan untuk 1 persen pun belum.. makasi bang etam atas renungannya...sungguh memberikan saya bahan untuk mengingat jasa" orang tua

    BalasHapus
  18. wah.. ceritanya sangat menarik... banyak amanat yang kita ambil dari cerita tersebut...

    BalasHapus
  19. wah masa sih cerita lama? saya malah baru baca... ^_^

    ya.. pohon apel itu memang ibarat orang tua kita... T_T

    salam kenal...

    BalasHapus
  20. dari apel juga newton bisa menemukan gaya gravitasi..:)

    BalasHapus
  21. saya malah baru baca dan tahu sekarang tentang cerita pohon apel ini..

    kembali lagi berkunjung, Mas .. hehe..udah lama lg nih gak mampir..

    BalasHapus
  22. met malam sobat
    berkunjung nich
    terima kasih

    BalasHapus
  23. menyanyangi pohon apel mesti sama bahkan lebih lagi sayangnya pd orang tua

    BalasHapus
  24. cerita yang menarik, aku juga pernah baca cerita ini

    BalasHapus
  25. aku baru tau cerita ini lho om???bener-benr menyentuh hatiku,terima kasih ya om?

    BalasHapus
  26. waduh jujur saya malah baru tau sekarang sob, ternyata banyak sisi yang bisa kita jadikan bahan renungan sebagai pelajaran berharga, hebat ya..
    Sukses Slalu!

    BalasHapus
  27. Kisah yang penuh makna...

    Orang tua saya tinggal seorang, Bapak saya. Sejak Ibu meninggal, saya memutuskan untuk tetap menemani Bapak. Alhamdulillah, Suami bisa mengerti, kami tinggal bersama sampai sekarang...

    BalasHapus
  28. ceritanya ok banget...sangat mendalam..terima kasih

    BalasHapus
  29. semoga kita semua dapat berbakti kepada kedua orang tua kita, begitupun untuk masa seLanjutnya, semoga kita dapat membersarkan anak-anak yang shoLeh dan saLeha.
    terima kasih atas sharenya.

    BalasHapus